"Manusia dikutuk menjadi bebas; karena ketika sekali ia terlempar ke dunia, Ia bertanggungjawab atas segala yang ia perbuat," ucap Sartre kala itu di dalam buku Ayat-Ayat Kiri.
Meninjau...
Pernyataan Sartre "Manusia dikutuk menjadi bebas" mengandung konsep dasar dalam filosofinya yang dikenal sebagai eksistensialisme. Dalam pandangan eksistensialis, manusia dianggap sebagai individu yang bebas dan memiliki tanggung jawab penuh atas tindakan dan keputusannya. Ungkapan ini mencerminkan gagasan bahwa ketika seseorang lahir, mereka tidak hanya mendapatkan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab moral terhadap segala sesuatu yang mereka lakukan di dalam hidup ini.
Secara konseptual, ide kebebasan yang dimaksud oleh Sartre adalah kebebasan yang bersifat radikal. Artinya, manusia tidak terikat oleh takdir atau esensi yang telah ditentukan sebelumnya. Mereka bebas untuk membuat pilihan, memberikan makna pada hidup mereka, dan bertanggung jawab atas konsekuensi dari setiap tindakan yang mereka pilih. Konsep ini menempatkan manusia pada posisi sentral dalam menciptakan arti hidup mereka sendiri.
Dengan mengatakan bahwa manusia "bertanggung jawab atas segala yang ia perbuat," Sartre menekankan bahwa tanggung jawab ini mencakup semua aspek kehidupan, baik yang besar maupun yang kecil. Ini termasuk tindakan moral, keputusan pribadi, dan bahkan pemilihan nilai-nilai hidup. Dengan kata lain, manusia tidak dapat menghindar dari tanggung jawab moral mereka, dan kebebasan mereka bersifat terkait erat dengan tanggung jawab ini.
Pernyataan ini juga menyoroti perasaan beban yang mungkin dirasakan manusia karena kebebasan ini. Kebebasan untuk membuat pilihan membawa bersamanya tanggung jawab untuk memahami implikasi moral dari setiap tindakan. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari pertanggungjawaban moral, dan ini dapat menciptakan perasaan beban atau "kutukan" yang disebutkan oleh Sartre.
Dengan demikian, pernyataan ini menggambarkan paradoks eksistensi manusia: kebebasan yang diinginkan seringkali datang dengan beban moral yang tak terelakkan. Ini menjadi dasar pemikiran Sartre dalam mengajak manusia untuk mengambil peran aktif dalam membentuk makna hidup mereka sendiri, sekaligus membawa beban tanggung jawab atas pilihan-pilihan yang mereka buat.
Mengulang...
Lalu bagaimana dengan bayi-bayi yang baru lahir? Lalu apakah bayi-bayi itu harus langsung bertanggung jawab terhadap eksistensinya sendiri? Lalu bagaimana dengan manusia-manusia yang mengalami permasalahan psikis pada tingkat tertentu, yang karena kondisi tersebut, berprilaku tertentu yang mengakibat suatu dampak tertentu tanpa disadarinya?
Ketika Jean-Paul Sartre menyatakan bahwa manusia dikutuk menjadi bebas dan bertanggung jawab atas tindakan mereka, ia membuka pintu untuk merenung tentang kompleksitas eksistensi manusia. Namun, ketika kita membahas bayi yang baru lahir, konsep ini tampaknya bertentangan dengan kenyataan bahwa bayi belum memiliki kemampuan kognitif atau kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan moral yang kompleks.
Bayi yang baru lahir, sebagai manusia yang baru tiba di dunia ini, jelas tidak dapat dianggap bertanggung jawab secara moral atas eksistensinya. Mereka memasuki dunia tanpa pengetahuan atau kemampuan untuk membuat keputusan etis. Oleh karena itu, konsep tanggung jawab dalam konteks ini perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan tahap perkembangan manusia.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apakah bayi-bayi itu kemudian harus langsung bertanggung jawab terhadap eksistensinya sendiri ketika mereka tumbuh dan mengembangkan kemampuan kognitif mereka. Jawabannya mungkin terletak pada fakta bahwa tanggung jawab moral berkembang seiring waktu sejalan dengan pematangan intelektual dan emosional seseorang. Dalam hal ini, orang tua dan lingkungan sekitar berperan penting dalam membentuk pemahaman anak tentang tanggung jawab dan moralitas.
Namun, kita juga perlu mempertimbangkan kasus-kasus di mana individu mengalami permasalahan psikis pada tingkat tertentu. Orang-orang yang menghadapi kondisi ini mungkin memiliki keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengendalikan atau memahami tindakan mereka sepenuhnya. Dalam konteks ini, pendekatan untuk menilai tanggung jawab mereka harus disesuaikan dengan keadaan khusus yang mereka alami.
Misalnya, individu dengan gangguan mental serius mungkin memerlukan dukungan ekstra dan perlakuan yang mempertimbangkan kondisi kesehatan mental mereka. Mengutip Sartre secara harfiah mungkin menjadi kurang relevan dalam kasus-kasus ini, dan pertanyaan moralitas dan tanggung jawab dapat menjadi lebih kompleks dan perlu didekati dengan empati dan pengertian yang lebih mendalam.
2 Komentar
Ngeriii
BalasHapus🤌🏽
Hapus