Teori Kritis: Ketika Marxisme Direvisi oleh Frankfurt

    

Di saat marxisme mengalami kelesuan dan pengecaman kebebasan intelektual akibat keanggotaan partai, Institut fur Sozial Forschung ini berdiri dari tangan seorang borjuis muda, Felix J. Weil. Ia berhasil membangun institut yang independen dari kelembagaan ataupun kepartaian, baik secara materiil dan intelektual, pada tahun 1923. Tujuannya adalah untuk menyegarkan kembali ajaran Marx melalui cendekiwan-cendekiawan kiri pada saat itu.

"Metode yang diajarkan sebagai teori untuk memecahkan problema-problema kita adalah metode Marxis. Hubungan dengan Marxisme mesti dimengerti bukan dalam arti partai politik, melainkan melulu dalam arti ilmiah." Hlm 34.

Weil juga ikut menggandeng Pollock dan Horkheimer sebagai arsitek untuk mendirikan institusi ini. Orang-orang yang haus akan Marxisme itu seolah semakin disemangati dengan suksesnya Revolusi Bolshevik yang mengubah peta politik dunia. Akibatnya, dengan mudah cendekiawan-cendekiawan kiri Jerman berdatangan, mengisi kursi-kursi kosong kemahasiswaan.

Institusi ini memang menjadikan Marxisme sebagai titik tolak pemikiran, namun bukan berarti mereka tidak meletakan perspektif-perspektif lain dalam pengajarannya. Hal inilah yang membuat institusi ini dianggap murtad dan dijuluki revisionis akibat pengajaran yang menyimpang dari keortodoksan Marxisme. Sebut saja perspektif idealisme Jerman, yaitu kritisisme Immanuel Kant dan ajaran dialektika Hegel.

Kant dan Hegel ditambahkan sebagai struktur dalam pembagunan pemikiran Marx. Kant sebagai tiang-tiang penyangga bangunan dengan Hegel yang mengisi di setiap celah-celahnya. Kant mengemukakan bahwa otonomi akal budi manusia itu sebatas bersifat subjektif, artinya ia tidak dapat dicampuri oleh hal-hal yang di luar diri manusia. Frankfurt mengkritisi batasan tersebut. Ia menggunakan dialektika Hegel sebagai upaya untuk menyempurnakan kritisisme Kant. Dalam ajaran dialektika Hegel, otonomi pikiran tidak lagi sebatas bersifat subjektif, namun juga afirmatif, artinya ia dapat menyatakan diri dan sudah universal.

Walaupun, cenderung dinilai menyeleweng dari ajaran Marxisme, namun institusi ini tidak pernah kehilangan cendekiawan mudanya. Hingga pada 1931, Horkheimer ditunjuk menjadi direktur institusi tersebut menggantikan Grunberg yang semasa kepemimpinannya dinilai terlalu Ortodoks dan kurang imajinatif. Di bawah Horkheimer inilah, Institut fur Sozial Forschung mengalami zaman Keemasannya dan perlahan mulai dikenal dengan sebutan "Sekolah Frankfurt".

Judul Buku : Dilema Usaha Manusia Rasional: Kritik Masyarakat Modern

Penulis : Sindhunata

Pengantar : Franz Magnis Suseno

Penerbit/Tahun Terbit : Penerbit Gramedia, 2019

Tahun Terbit / Cetakan : 2019/Cetakan I

Jumlah Halaman : 306 hlm

ISBN : 978-602-06-3011-3 

Tahun berikutnya, Sekolah Frankfurt ini kedatangan tamu besar yang mengisi pengajaran serta membawa pandangan baru. Erich Fromm, seorang psikolog serta filsuf berkebangsaan Jerman, membawa ilmu psikologi yang berikutnya mewarnai kelas-kelas Frankfurt. Psikoanlisa Freud dibawa masuk ke dalam ajaran Marx bergandengan dengan Kant dan Hegel. Psikoanlisa pada Frankfurt memandang bahwa untuk memahami realitas ekonomi tidak bisa hanya mengacu pada ekonomi politik saja, tapi psikis masyarakat juga perlu dipertimbangkan.

Empat dasar pemikiran tersebutlah yang kini menjadi latar belakang pemikiran teori kritis sekolah Frankfurt. Shindunata merangkum pemikiran tersebut dalam bukunya yang berjudul “Teori Kritis Sekolah Frankfurt” dengan tidak lupa menjabarkan gejala-gejala sosial yang relevan dan masih terjadi hingga kini. Dengan lebih bertitik tolak kepada pemikiran Horkheimer, ia mulai menjabarkan teori kritis dalam dilema usaha-usaha manusia rasional.

 

Optimisme dengan Melahirkan Teori yang Emansipatoris

Sejak awal, sekolah Frankfurt menitikberatkan kepada teori kritis untuk mencapai masyarakat rasional, yaitu masyarakat yang menggunakan pengetahuan guna mencapai pengertian rasional mengenai dirinya dalam alam lingkungannya. Individu harus menemukan maknanya tersendiri di tengah derasnya arus masyarakat yang digerakan oleh modal, bukan diperbudak oleh tuntutan-tuntutan masyarakat, kemudian menjadi irasional.

Pendapat itu memang sesuai dengan kondisi Horkheimer. Kemanusiaan hanya dianggap sebagai pribadi yang memiliki nilai instrumentalis dan fungsional dalam suatu sistem. Sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk memahami dirinya secara rasional karena keadaan yang menekannya mengikuti sistem. Diperbudak demi terjalannya produksi. Itulah alasan mengapa pemikiran Horkheimer cenderung revolusioner dengan menuntut adanya perubahan menuju masyarakat rasional. Ia mengkritisi dengan sangat amat keras keadaan masyarakat saat itu.

Dalam masa-masa tersebut, teori kritis lebih digaung-gaungkan sebagai teori yang emansipatoris. Teori yang diberikan harapan penuh terhadap “pembebasan manusia”. Tidak seperti teori tradisional yang mengganggap ilmu pengetahuan sebagai segala sesuatu dan memisahkan diri dari praktis.

"Teori kritis adalah sebuah unsur hakiki dalam usaha sejarah manusia untuk menciptakan suatu dunia yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan kekuatan-kekuatan manusia. Tujuannya yakni pembebasan manusia dari perbudakan. " Hlm 126.

Horkheimer sangat yakin apabila teori kritis merupakan solusi, walaupun ia sendiri belum melakukan suatu hal nyata yang memantik perubahan tersebut. Bagaimana pun, semangat nya akan emansipasi itu tidak dapat bertahan lama.

 

Jalan Buntu Frankfurt Menghadapi Dilema Manusia Rasional

Perlahan, teori kritis Sekolah Frankfurt menjadi nihil dalam upayanya membebaskan manusia dari perbudakan. Ia menjadi buntu karena masyarakat modern ini terlanjur menjadi sistem tertutup dan total. Maka, teori yang emansipatoris menjadi sia-sia sebab akal budi telah kehilangan otonominya dan hanya menjadi alat belaka. Frankfurt mulai memasuki "tahap kedua"-nya, tahap dimana pemikirannya menjadi pesimis.

Karena akal budi manusia telah kehilangan otonomnya, ia berubah yang semula objektif menjadi instrumentalis. Akal budi objektif menganggap bahwa pengetahuan tidak hanya berasal dari dalam diri individu, melainkan juga meliputi dunia objektif di luar individu. Ia benar-benar membangun konsep untuk menentukan mana yang baik dan buruk serta tujuan manusia itu sendiri. Namun, nyatanya dalam sejarah perjalanan panjang hidup manusia, ia tidak mampu lagi untuk memikirkan konsep-konsep objektif. Manusia kini hanya meyakini apa yang sudah ilmu pasti tentukan-merubahnya menjadi akal budi instumentalis-dan tak jarang dijadikan alat karena hanya mengikuti arus yang sudah ada.

Horkheimer yang dahulu mencetuskan pemikiran-pemikiran yang revolusioner, kini menjadi lebih spekulatif dan refleksif. Apalagi, setelah mendapat tekanan berat dari NAZI, ia terpaksa harus memindahkan Sekolah Franfurt—yang saat itu sebagian besar mahasiswanya adalah Yahudi—dan mempertemukannya dengan kapitalisme Amerika. Cendekiawan kiri yang harus bertemu dengan masyarakat kanan, bukanlah sebuah lingkungan yang harmonis.

"Usaha manusia rasional yang sekilas pintas tampaknya sungguh rasional dan berhasil itu ternyata harus dibayar dengan kenistaan tiada tara. Itulah dilema usaha manusia rasional." Hlm 153

Horkheimer pun mulai bergeser menuju sesi yang lebih religius, menyerah pada usaha kritis emansipatoris. Ia mulai mengkritik neo-thomisme yang menyimpang dari ajaran Thomas.. Horkheimer beranggapan bahwa pemikiran neo-thomisme telah dipengaruhi oleh akal budi instrumentalis. Ajaran Thomas yang seharusnya memercayai kebenaran terhadap "surga", dalam neo-thomisme malah meragukan " Surga" dan membenarkan dunia. Menarik kesimpulan bahwa untuk mencapai kebenaran diperlukan keyakinan terhadap adanya Tuhan.

Pemikiran Horkheimer kembali berputar. Sekarang ia membicarakan konsep pemberontakan alam yang menghancurkan manusia akibat usahanya sendiri. Masyarakat yang bekerja kepada pemiliki modal diharuskan menghancurkan alam yang kemudian dijadikan bahan produksi.. Masyarakat itu juga lah yang dengan terpaksa harus membeli hasil produksi tersebut dari pasar. Lingkaran setan ini lah yang dianggap Horkheimer sebagai konsep pemberontakan alam.

 

Tuduhan dan Kesaksian Masyarakat

Semenjak Frankfurt memasukan perspektif lain dalam ajaran Marx, mereka sudah benar-benar dianggap menyeleweng. Berbagai tuduhan juga ikut menyerang gagasan Frankfurt. Sosiologi menganggap gagasan mereka sebagai "Marxist dialectical theology", sedangkan yang lainnya " the end of bourgeois Marxist intelligenttia". Walau begitu, Sekolah Frankfurt tetap bangga dengan gagasan-gagasannya dan menganggap diri mereka sebagai pewaris filosofi Jerman.

Teori-teori Sekolah Frankfurt sering menimbulkan kontroversial dan dianggap tidak dapat dibuktikan secara metodologis. Hal ini pada akhirnya terbukti pada tahap pesimistik yang telah disebutkan diatas. Horkheimer menarik kesimpulan besar bahwa sekeras apapun manusia mencari pengertian rasional mengenai dirinya, ia akan selalu menemukan keirasionalan dan kehancuran identitasnya.

Teori kritis ini memang pantas disebut macet dan gagal karena tidak dapat terbukti dalam praktisnya. Horkheimer mulai mengakui bahwa seberapa keras usaha manusia rasional dilakukan, ia tidak dapat terwujud dalam masyarakat modern dewasa ini. Rel yang menggiring masyarakat modern seolah sudah permanen dan tak bisa diubah arahnya lagi.

Masyarakat zaman ini sebenarnya juga dapat dijadikan saksi bahwa teori kritis benar-benar macet. Keadaan masyarakat yang kini sudah mendewakan keberadaan teknologi sebagai salah satu contohnya. Mereka berlomba-lomba memahami tehnologi kemudian bekerja pada perusahaan pemilik tehnologi tersebut. Masyarakat akhirnya kembali diperbudak oleh tehnologi yang mereka pelajari sendiri.

Akal budi instrumentalis juga sudah mengakar dan membudaya dewasa ini. Contoh yang sudah konkret dan jelas terjadi di seluruh belahan dunia adalah dalam bidang pendidikan. Manusia dididik hanya mengikuti alur atau ilmu Pasti yang sudah ada.. Ia sama sekali tidak mengenal konsep manusia rasional. Tujuan mereka hanya mendapat nilai tertinggi dan prestasi terbaik tanpa memikirkan apa pengertian identitas mereka secara rasional.

Sekilas, teori kritis dalam dilema usaha manusia rasional terlihat berputar-putar. Ia kembali ke titik nol. Tidak ada solusi. Terakhir, untuk menutup tulisan kali ini diambil dari pemikiran akhir Horkheimer yang menjelaskan bahwa usaha manusia rasional adalah mitos dan mitos ternyata mengandung usaha manusia rasional.

 


 

Posting Komentar

0 Komentar