Berbicara tentang
kegagalan, seolah kita sedang dihadapi tentang persoalan yang nyatanya
merupakan bagian fundamental dalam kehidupan. Kegagalan dapat dikatakan
fundamental sebab kegagalan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari yang namanya
hidup tiap-tiap individu. Dari kegagalan, kita dapat menjadi sadar akan
kekurangan kita. Dari kegagalan, kita dapat mengetahui apakah kita sudah
berhasil mencapai tujuan atau belum. Dari kegagalan pula, kita dapat
mempelajari makna dari sebuah kerja keras dan bagaimana cara untuk
menghargainya.
Tak hanya manusia,
kegagalan sebenarnya juga dapat terjadi pada makhluk hidup lainnya. Misalkan
saja singa. Ketika singa ini tidak berhasil mendapatkan mangsanya atau ketika
ia tidak berhasil menarik perhatian lawan jenisnya pada musim kawin, maka kedua
peristiwa itu dapat dikatakan sebagai suatu kegagalan bagi singa tersebut. Dari
contoh berikut dapat ditarik garis besar bahwa ternyata kegagalan tidak hanya
menjadi hal yang fundamental, namun sifatnya juga universal bagi semua makhluk
hidup. Lalu, apa sebenarnya arti dari kata “kegagalan” itu sendiri?
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) V, kegagalan atau gagal didefinisikan sebagai “tidak
berhasil” atau “tidak tercapai”. Sementara, jika merujuk pada Cambridge Dictionary, kegagalan
diartikan sebagai the fact of not doing something that you must do or are expected to do atau keadaan ketika kita
tidak dapat melakukan sesuatu yang seharusnya atau yang diharapkan kita dapat
lakukan. Secara lebih sederhana, penulis sendiri mendefinisikan kegagalan
sebagai suatu keadaan dimana ketika individu memiliki target maupun tujuan,
namun ia tidak mampu untuk mencapai target atau tujuan tersebut. Dengan begitu,
dapat diambil kesimpulan bahwa memiliki target maupun tujuan merupakan syarat
terjadinya kegagalan dan peristiwa ketika individu tidak dapat mencapai target
maupun tujuan tersebutlah yang disebut sebagai kegagalan.
Secara pribadi,
penulis sudah seringkali menghadapi kegagalan, baik dalam hal prestasi
akademik, pertemanan sosial, maupun beberapa pekerjaan lainnya. Penulis juga yakin,
pembaca pasti juga sudah sering meraskan kegagalan dan tiap-tiap dari kalian
punya cara tersendiri untuk menghadapi kegagalan tersebut. Entah itu hanya
kegagalan kecil, sedang, hingga kegagalan besar yang membuat kita mencapai
titik terendah dalam hidup kita. Tapi, jika kita dapat melihat lebih jauh ke
dalam, ternyata hal tersebut merupakan keindahan dari seni kehidupan yang
diciptakan Tuhan. Lihat saja, tiap-tiap kita memiliki ribuan cara untuk gagal,
namun Tuhan juga telah menyiapkan ribuan cara bagi kita untuk terus bangkit
dari kegagalan tersebut.
Kegagalan adalah
proses dalam kehidupan. Mungkin karena hal tersebutlah banyak orang mengatakan
bahwa “hidup adalah proses”, tapi hal yang paling membingungkan adalah kita
tidak pernah tahu bagaimana prosesnya. Merujuk pada pepatah tersebut, penulis
jadi teringat akan suatu kegagalan yang pernah penulis alami di masa lampau.
Bukan kegagalan besar sebenarnya, dibilang kegagalan kecil juga bukan.
Biasa-biasa saja. Kegagalan itu mungkin sudah sering pembaca dengar di beberapa
tempat dan waktu, namanya “Jatuh Cinta”.
Kalau menurut
Erich Fromm, seorang tokoh psikoanalisis dari Frankfurt, yang percaya bahwa
cinta adalah seni, kata ‘jatuh cinta” sebenarnya tidak tepat. Bukan jatuh cinta
(falling in love) katanya, adanya being in love. Sebenarnya, lebih lanjut
dalam buku The Art of Loving karyanya
sendiri, ia ingin menyampaikan bahwa ungkapan tersebut berarti cinta seharusnya
memberi, bukan menerima.
Tak dapat
dipungkiri, perasaan jatuh cinta memang menyenangkan. Rasanya seperti
dilahirkan kembali dan seolah-olah pandangan semesta sedang tertuju pada kita
sebagai pusatnya. Namun, semesta juga kadang bisa menipu. Bagaimana, Tidak?
Dari sekian banyak waktu yang telah dihabiskan berdua, sekian banyak usaha yang
dilakukan untuk mendekat, ternyata semesta malah memasangkannya dengan orang
lain. Hal itu menyebabkan perjalanan panjang yang ditempuh penulis saat itu
terhenti, mengakhiri kata “cinta” itu pada sebuah kalimat yang semestinya masih
bisa diteruskan menjadi sebuah paragraf. Penulis tak mampu lagi untuk
mewujudkan apa yang menjadi tujuannya itu. Kegagalan pun terjadi.
Namun, seperti
yang penulis jelaskan sebelumnya, kegagalan adalah seni kehidupan yang indah.
Ia punya ribuan cara yang indah pula untuk menghadapinya. Kita masih akan bisa
tetap hidup dengan belajar dari kegagalan yang kita alami. Dengan begitu, maka
semesta baru akan lahir. Semesta baru nan indah dan jauh lebih layak untuk
perjuangkan daripada semesta yang sebelumnya.
0 Komentar